Hotel Syariah : Identifikasi antara Substansi dan Label Syariah
Ekonomi syariah terus
berkembang hingga perlahan merambah di semua sektor ekonomi, termasuk sektor
pariwisata. Belakangan sektor ini disebut pariwisata syariah. Istilah baku yang
digunakan adalah penyelenggaraan pariwisata berdasarkan prinsip syariah. Salah
satu sektor dalam pariwisata syariah adalah usaha hotel syariah. Awalnya, usaha
hotel syariah, sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 2 Tahun 2014, menggolongkan usaha
hotel syariah ke dalam dua golongan, yaitu Hotel Syariah Hilal-1 (satu) dan
Hotel Syariah Hilal-2 (Dua). Aturan tersebut tergolong “lumayan” detail
menjelaskan kriteria Usaha Hotel Syariah.
Sayangnya, berdasarkan
Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia No. 11 Tahun 2016, Peraturan
Menteri Pariwisata Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 2
Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah tersebut,
dicabut dengan konsideran bahwa Peraturan Menteri tersebut sudah tidak sesuai
lagi dengan tuntutan dan perkembangan kepariwisataan saat ini. Secara otomatis,
aturan tentang usaha hotel syariah hanya bertumpu pada fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN) MUI No. 108/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah, yang tidak mengikat secara legal
formal.
Usaha hotel syariah masih dan
akan terus berkembang, namun tidak ada aturan hukum positif yang mengaturnya
secara spesifik. Dalam buku ini akan menjelaskan penerapan prinsip syariah yang
tertuang dalam Fatwa DSN tidak hanya pada hotel yang berlabel syariah (hotel
syariah), tetapi juga hotel yang tidak berlabel syariah (hotel konvensional).